“Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?” Mazmur 10:1
Mazamur 10 adalah kelanjutan pergumulan dari Mazmur 9 yang merupakan Mazmur liturgis. Pertanyaan yang selalu menjadi pergumulan orang-orang percaya adalah mengapa orang fasik tampak berjaya dan orang saleh justru tertindas? Rupanya kenyataan seperti itu sudah ada sejak dulu. Hal ini mengungkapkan kenyataan kontradiktif yang harus dihadapi oleh orang-orang benar. Mungkinkah kenyataan tersebut menunjukan betapa kuatnya “roh kejahatan” melawan “roh kebenaran”?
Peperangan antara kejahatan dan kebenaran merupakan peperangan abadi, dan biasanya orang mengharapkan pada akhirnya akan terjadi happy ending, dan sekaligus mereka dihibur oleh pengharapan itu. Hal seperti ini sering terdapat dalam karya sastra, puisi, nyanyian, mazmur, drama, sinetron atau film, bahkan juga dalam kehidupan beragama. Tetapi fakta yang disuguhkan didominasi oleh kenyataan yang berlawanan dengan pengharapan: kefasikan merajalela, dunia dalam rawa-paya, dan Tuhan seolah-olah menyembunyikan diri, seperti kata pemzmur! Lalu, bagaimanakah ia meninggalkan kebenaran dan mengikuti arus? Atau ia harus merasa frustrasi dan tersiksa oleh keluh-kesah dan kejengkelannya sendiri? Haruskah ia bersikap masa bodoh dan apatis?
Mazmur 10:2-11 memaparkan sikap dan perilaku orang fasik, yaitu tamak, suka menindas, melakukan tipu daya, menista Tuhan, merasa diri lebih berkuasa daripada Tuhan, meremehkan hokum Tuhan, dan mulutnya dipenuhi sumpah serapah. Sikap-sikap seperti ini tidak hanya dimiliki oleh kalangan orang yang tidak beragama, tetapi ternyata banyak pula orang yang mengaku
Sedangkan ayat 12-15 merupakan ratapan dan permohonan orang-orang benar (biasanya orang lemah dan tertindas) kepada Allah. Mereka berharap agar Allah melakukan keadilan-Nya, menghukum kefasikan, dan menolong orang-orang benar yang terhimpit. Dalam ketidakberdayaannya, orang-orang benar yang terjepit hanya dapat naik banding kepada Tuhan dan menaruh pengharapan kepada-Nya. Di sinilah doa dan penyerahan diri menjadi amat penting (sekalipun kita sering melupakannya). Tentu saja, penderitaan bukan satu-satunya alas an untuk berdoa.
Ayat 16-18 merupakan pernyataan keyakinan bahwa Allah pasti mendengar jeritan dan permohonan orang-orang benar, bahwa Dia akan menghukum kefasikan dan menegakkan keadilan-Nya. Allah adalah pelindung bagi mereka yang lemah dan terinjak. Di tengah keputusasaan senantiasa ada setitik harapan. Di tengah kebuntuan senantiasa ada lubang jarum untuk meloloskan diri. Di ujung lorong yang gelap, masih tampak setitik cahaya. Di sinilah iman kita diuji. Sanggupkah kita melewati tapak-tapak berbahaya untuk menggapai istirah abadi? Jangan berpaling, jangan menengok ke kiri dan ke kanan, tetapi tataplah ke depan, kea rah Tuhan sebab Dia menanti Anda di ujung perjalanan.
MENCARI KEHENDAK-NYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar