Rabu, 22 Juli 2009

JANGAN ASAL

Suatu kali saya harus berhadapan dengan seorang wanita yang luar biasa kerasnya. Ibu kandungnya sendiri bercerita bahwa putrinya tersebut sangat keras, pemarah, dominan, dan katanya sedikit bersifat ’preman’.

Saya menyewa satu kamar di rumah ibunya. Entah mengapa suatu kali ada tagihan telepon rumah yang menagih langganan internet tiap bulan sebesar 50 ribu. Ia bertanya dengan nada setengah menuduh bahwa sayalah yang memakai internet dan mendaftarkan nomer telponnya untuk berlangganan. Karena saya tidak tahu menahu, tentu saja saya menjawab tidak tahu. Tetapi jawaban saya itu dibalas dengan cara menyembunyikan telpon ke dalam lemari beserta kabel-kabelnya. Saya merasa dituduh namun saya tidak mau terintimadasi karena saya memang tidak melakukannya.

Kisah selanjutnya lebih seru, ketika saya pindah dari kos tersebut, saya tidak sengaja membawa bantal dan guling milik ibunya, sebut saja namanya ibu X. Dan saya jauh-jauh hari sebelum saya pindah, saya telah pamit bahwa saya akan pindah rumah. Namun di hari dimana saya akan pindah, saya tidak bisa bertemu dengan ibu X. Saat bangun pagi, ibu X belum bangun atau telah pergi ke pasar. Saat pulang kerja, ibu X di kamar terus dan tidak pernah keluar. Akhirnya, saya memindah 40% barang saya dua hari sebelum keluar dari rumahnya. Singkat cerita, saya kembali dituduh sebagai maling bantal dan guling usang, bahkan gembok rumah semua diganti. Saya akhirnya tidak bisa masuk ke dalam rumahnya, dan tiba-tiba pembantunya mengatakan bahwa ia baru saja masuk ke dalam kamar saya dengan memakai kunci milik ibu X. Lagi-lagi saya dianggap mengeluarkan barang-barang saya tanpa pamit, padahal 2 kotak kardus dari barang yang akan saya pindahkan saya minta dari ibu X.

Wanita, ketika anak ibu X menuduh saya ini dan itu, dan bisa dikatakan dengan nada menghakimi, saya hanya bisa tersenyum. Saya belajar mengerti dan bersabar karena melalui ibunya saya tahu bahwa ia memang demikian, tipe wanita yang ngomong enteng tanpa mikir. Lain lagi ketika ibu X yang balik menuduh saya, saya juga hanya bisa tertawa karena ibu X memang pikun dan lupa jika saya pernah pamit dan orang yang sudah terlalu tua memang susah cara berpikirnya.

Wanita, ketika kita berada dalam posisi yang tertuduh, jangan pernah terintimidasi jika memang kita sama sekali tidak melakukannya. Saya berkali-kali terintimadasi ketika orang terdekat saya mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak benar. Namun, jika saya membiarkan diri saya terus terintimidasi, saya jadi sangat stress. Saya belajar untuk meresponinya, yang penting saya akan menunjukan bahwa saya tidak seperti yang ia katakan. Sebaliknya, jika kita berada dalam posisi sebagai orang yang menghakimi, berhati-hatilah. Ada begitu banyak ayat yang melarang anak-anak Tuhan tidak menghakimi orang lain, baik ia salah maupun tida bersalah. Matius 7:1 berkata, jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Jangan asal menuduh. Tuduhan dan penghakiman yang kita berikan kepada orang lain bisa menjadi batu sandungan. Akan ada banyak yang tersakiti, dan kecewa. Apalagi jika mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, maka nama Tuhanlah yang kita permalukan.

Saya tahu rasanya sakit ketika orang menuduh saya dengan asal. Sebaliknya, saya juga merasa sakit dan menyesal ketika saya asal menuduh orang lain. Lebih baik serahkan semua ke dalam tangan Tuhan. Siapapun orang mengkhianati, menipu, atau tidak jujur kepada Tuhan, biarlah Tuhan saja yang berurusan dengan mereka. Yang pasti, lakukanlah kewajiban dan tanggung jawab kita sebagai anak-anak Tuhan untuk terus menjadi terang.

Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. (Matius 7:2) (Vlorin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar