Rabu, 22 Juli 2009

KAUDA

“Betapa mirpnya kisah pelayaran Paulus itu dengan perjalanan hidup kita! Tak selalu rata. Begitu banyak yang tak terduga.

Perjalanan hidup manusia adalah perjalanan meraih cita-cita. Bagi Paulus, cita-cita itu adalah Roma. Lalu Spanyol. Dan dari Spanyol ke seluruh dunia. Memberitakan Injil kemana-mana.

Tetapi, yang selalu terjadi tak pernah hidup ini sepenuhnya di bawah kendali kita. Sekian lama dan sekian kali, pelayaran ke Roma mesti tertunda-tunda. Idaman yang tak kunjung kesampaian. Impian yang tak segera menjadi kenyataan. Bukankah begitu sering kali garis kehidupan manusia? Tak pernah lurus. Tak selalu mulus.

Toh walau tak sama persis dengan rencana, akhirnya jadi juga Paulus ke Roma. Tapi kini sebagai tawanan. Ah, tapi itu tak mengapa. Pokoknya, semakin dekat dengan cita-cita. Betapapun caranya.

Alangkah leganya ketika sauh diangkat, dan kapal mulai bergerak pelan-pelan menuju Roma. Namun alangkah terkejutnya ketika “tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin ‘Timur Laut’. Kapal itu dilandanya dan tidak tahan menghadapi angina haluan”. Kisah Para Rasul 27:14

Baru saja kapal bergerak ke Roma, mendadak dating angin haluan. Baru saja matahari bersikap ramah, tiba-tiba. Awan hitam dating merambah.

Angina haluan ini bentuknya bisa bermacam-macam. Karier baru saja menanjak, ah penyakit datang merampok. Segala sesuatu baru saja selesai dibenahi, aduh, tanpa diduga dating resesi. Dan macam-macamlagi.

Kapal tak lagi lurus menuju Roma. Tapi hanyut ke pulau kecil bernama Kauda.

Dalam keadaan seperti itu, para awak kapal segera mengambil tindakan yang tepat dan cepat. Pertama, melilit kapal mereka dengan tali. Kedua, menurunkan layer, dan membiarkan kapal terapung-apung. Ketiga, membuang muatan-muatan yang tak perlu.

O, Saudara, bila kapal kehidupan Anda pada suatu kali terpaksa terdampar ke Kauda tanpa Anda kehendaki, lakukanlah ketiga hal ini. Pertama, lilitlah ia erat-erat. Perkuat iman dan pengharapan Anda. Jangan biarkan kapal itu tak terkendali. Lalu hancur menghantam beting karang.

Kedua, turunkanlah layer Anda. Biarkanlah kapal Anda terapung-apung saja. Ada saat-saat tertentu, dimana Anda harus bertindak. Tapi ada pula saat-saat tertentu, di mana lebih baik Anda tidak bertindak apa-apa. Kadang-kadang hidup ini menuntut kita mundur selangkah, agar satu ketika dapat maju sepuluh langkah.

Seorang kapten kapal yang berpengalaman mengatakan, bahwa titik-pusat dari pusaran badai justru adalah titik yang paling tenang. Jadi, bila badai menyerang, janganlah nekad menerjangnya. Ikutilah pusarannya, sampai Anda tiba di titik pusatnya.

Ketiga, buanglah muatan Anda. O, saya tahu, betapa sulit dan berat yang mesti ANda lakukan ini. Tapi lebih baik kehilangan sesuatu daripada kehilangan segala sesuatu.

Betapa sering yang kita lakukan justru sebaliknya. Ketika badai menyerang tiba-tiba, maka, dalam keadaan panik, yang ingin kita selamatkan adalah muatan kita, bukan kapalnya. Padahal, untuk apa muatan itu selamat bila kapalnya hancur porak-poranda?

Bila ANda terdampar ke pulau Kauda, inilah saatnya untuk merenung dan menghitung. Apakah ada muatan yang tak terlalu perlu, yang justru akan memberati dan membahayakan seluruh kapal?

Mungkin itu adalah cita-cita yang terlalu tinggi. Mungkin sifat serakah yang mau memiliki semua yang ada di dunia ini. Mungkin tindakan-tindakan tercela yang memberati. Buanglahitu sebelum terlambat.

Inti dari ketiga tindakan itu adalah : jangan biarkan seluruh kapal karam dan tenggelam. Sekalipun untuk sementara Anda tidak bergerak kemana-mana. Sekalipun mungkin Anda terpaksa harus membuang apa-apa yang berharga. Itulah yang mesti Anda lakukan ketika terdampar ke Pulau Kauda.

Toh melakukan apa yang mesti dilakukan belum tentu menjamin bahwa badai akan mereda. Tentu saja tidak. Yang kadang-kadangterjadi justru adalah, “beberapa hari lamanya, baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angina badai yang dahsyat terus-menerus mengancam …. akhirnya putuslah segala harapan”. Kisah 27:20

Akhirnya putuslah segala harapan. Ya, sebab harus bagaimana lagi? Segala sesuatu yang dapat dikerjakan telah dikerjakan, tapi kegelapan tak mau hilang, dan badai terus mengancam.

Masih ada saut lagi yang mesti kita lakukan. Satu hal yang amat sangat pentingnya. Yaitu, tetap tenang. Tidak panik. “Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku”. Kisah 27:25

Bagaimana Paulus dapat tenang dan tabah dalam keadaan seperti itu? Ia menjawabnya, “karena aku percaya kepada Allah”. Bagaimana “percaya kepada Allah” dapat membuat kita tenang, sementara badai terus menyerang? Kata Paulus lagi, “bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku”.

Itulah isi kepercayaan Paulus. Bila Allah telah menyatakan sesuatu, bila Allah telah menjanjikan sesuatu, maka semuanya pasti terjadi”. Entah kapan, tapi pasti. Entah bagaimana, tapi tak perlu kita sangsi. Semuanya pasti terjadi.

Itulah “percaya” itu. “Percaya” berarti “mempercayakan diri”. Sepenuhnya.

EKA DARMAPUTERA

Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia…(Mazmur 37:7)

“Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”. Efesus 4:32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar