(by. Yolanda A.)
Aku tak pernah membayangkan bahwa
Tanggal 27 November 2008, aku mengantar Mama ke
Esok pagi, aku terima SMS dari Mama yang berbunyi: Mama stroke. Bagai disambar petir, aku segera menelpon Mama. Dengan suara cedal, Mama mencoba untuk berkomunikasi denganku. Aku memutuskan segera berangkat ke
Aku berusaha tenang dan segera menuju bandara. Adikku yang tinggal di
Besok, adik bungsuku dating ke
Namun, esok hari, operasi tidak segera dilakukan karena suhu badan Mama tinggi. Operasi baru dilakukan sekitar jam 8 malam. Dokter menargetkan operasi berjalan 4 jam. Tapi baru sekitar jam setengah tiga pagi operasi selesai. Pendarahan di otak Mama bisa di ambil 40-50 cc saja sedang sisanya sudah ke daerah thalamus dan tidak memungkinkan untuk diambil. Saat tempurung kepala dibuka, keadaan otak Mama bisa dikatakan tidak berdenyut lagi dan sudah seperti bubur. Tempurung kepala pun tidak dapat dipasang lagi. Dokter bilang: jika mama dapat bertahan 7 hari di CCU, artinya mama selamat. Jangan bertanya jika sembuh seperti apa. Untuk bisa bertahan hidup aja memerlukan perjuangan. Kalaupun sembuh, nanti cacat. Beberapa menit setelah penjelasan dokter tersebut, aku benar-benar lemas. Aku pingsan…
Puji Tuhan. Hari berlalu dengan keadaan mama yang semakin membaik. Walau setiap hari menanti di depan ICU, tidur dengan keadaan seadanya, aku sangat senang dengan kondisi mama yang membaik. Puji Tuhan!
Tanggal 9 Desember, kondisi Mama sempat drop. Setelah disuntik, Mama membaik. Esoknya, Mama harus operasi lagi di daerah leher karena daerah itu terdapat banyak CO2 . sekali lagi, Tuhan menyediakan dananya. Mama berangsur membaik sehingga dokter memtuskan untuk mengizinkan Mama pualng ke
Tanggal 19 Desember, Mama dipindah dari ICU ke ruang isolasi. Aku senang karena bisa menunggu Mama di dalam kamar. Aku bisa dekat dengan Mama. Aku bisa pulang ke
Mama benar-benar membaik. Bahkan dokter dari pihak penerbangan pun menyatakan Mama layak terbang dan kondisinya baik. Aku pun mulai menghitung hari dan mempersiapkan kepulangan kami ke
Mama muntah. Aku makin panic. Aku sudah tidak tega melihat keadaan Mama. Tapi dokter juga tidak mengambil tindakan medis apa pun. Aku berupaya mengejar dokter internis yang merawat Mama tapi tidak berhasil. Tuhan…. Tolong Mama… seorang diri, aku berjuang menyaksikan Mama berjuang melawan sakitnya. Aku tidak tega melihat Mama.. Tuhan, tolong…
Tak lama, adikku datang. Tapi dia pun tak dapat berbuat apa-apa. Dokter yang berjuang membantu Mama meminya adikku untuk menandatangani
Sembari berlari, kami mendorong ranjang Mama ke CCU. Kondisi Mama terus memburuk. Jantung Mama sudah tidak dapat memompa lagi. Otaknya masih bagus. Operasi otaknya ternyata berhasil. Tapi aku tdiak tahu apa yang jadi penyebab memburuknya kondisi Mama. Tak seorang pun memberikan penjelasan tentang itu. Namun satu yang harus kutanamkan dihatiku, rencana Tuhan yang terbaik.
Tanggal 21 Desember 2008, jam setengah 8 malam, Mama sudah tidak kuasa melawan penyakitnya. Kuiringi pujian “Terima kasih Tuhan..” kami sekeluarga merelakan Mama. Semua grafik pada monitor menjadi lurus.. Mama meniggal dengan wajah yang begitu tenang. Malam itu kami pun harus segera melunasi biaya yang sudah terhutang dan segera membawa jenazah Mama ke
Seusai pemakaman selesai, kami pun melunasinya dengan dana pinjaman. Tapi aku yakin suatu saat kelak, kami akan dapat melunasinya, Tuhan tidak akan mempermalukan anak-anak-Nya. Puji Tuhan, aku mendapat kesempatan buat menemani Mama selama di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar