“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Lukas 16:10)
Sebagian besar manusia menganggap uang adalah masalah yang besar. Buktinya, karena masalah uang, orang, bahkan saudara atau keluarga sendiri bisa saling menyakiti, menjatuhkan, bahkan membunuh. Suami isteri bertengkar, bahkan bisa bercerai karena uang. Karena masalah uang, orang juga bisa menjual dirinya atau bahkan menjual imannya. Gereja juga bisa pecah karena uang.
Berbeda sekali dengan pandangan Tuhan Yesus, yang menganggap uang adalah masalah kecil. Konteks dalam Lukas 16 secara keseluruhan jelas berbicara masalah uang. Jika kita setia dalam masalah uang (yang merupakan perkara kecil di mata Tuhan), maka kita juga akan dapat setia dalam perkara besar (harta yang sesungguhnya dalam Kerajaan Allah).
Wanita, mari rindukan menjadi pribadi yang bijak dalam keuangan:
Pertama, mengembalikan persepuluhan kepada Tuhan: “… yang satu (yaitu persepuluhan) harus dilakukan dan yang lain (keadiilan, belas kasihan dan kesetiaan) jangan diabaikan” (Matius 23:23). Jika melihat konteks ayat 23, Tuhan Yesus menghardik para ahli taurat dan orang-orang Farisi, yang membayar persepuluhan (“.. sebab persepuluhan dari selasih, ada manis dan jintan kamu bayar…”), tetapi mengabaikan keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan.
Segala berkat dan keuntungan yang kita terima seharusnya semuanya berasal dari Tuhan dan milik Tuhan. Namun, Dia tidak minta kita mengembalikan 90%, melainkan 10% untuk Tuhan: “bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan..” (Maleakhi 3:10). Yang 10% kita kembalikan ke rumah Tuhan, yang 90% Anda berhak memakainya sesuai dengan hikmat Tuhan. Tuhan menjanjikan akan membukakan tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat sampai berkelimpahan (ay. 10) dan menghalau belalang pelahap (penghalang berkat) dalam kehidupan kita.
Kedua, mengeluarkan uang untuk kebutuhan hidup: “Janganlah kamu kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.. Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu” (Mat 6:25, 32). Kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan dan papan membutuhkan uang. Kebutuhan dasar ini dapat meningkat dan berkembang seperti: transportasi, pendidikan, informasi, dll. Sebagai wanita, kita harus bijak memilah, mana yang merupakan kebutuhan hidup, mana yang hanya berupa keinginan. Firman Tuhan memang tidak melarang kita memiliki keinginan, bahkan Dia berjanji: “Bergembiralah karena Tuhan, maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu” (Mazmur 37:4). Namun, jika pemasukan atau penghasilan kita belum berlebihan, maka kita harus fokus kepada kebutuhan, bukan kepada keinginan. Sangatlah tidak bijak, jika kita berhutang demi mendapatkan apa yang kita inginkan.
Ketiga, menabung untuk masa depan: “Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak.. ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen” (Amsal 6:6, 8). Semut merupakan binatang kecil dikatakan Firman memiliki sikap yang bijak, yaitu tidak malas dan mengumpulkan roti/ makanan pada musim panas/ panen. Akan datang musim dingin, di mana semut tidak dapat ke luar mencari makanan. Namun, karena ia sudah menabung, maka ia akan tetap hidup terpelihara.
Wanita, hidup kadang seperti roda tidak selalu di atas, tetapi bisa di bawah juga. Namun, jika kita bijak, pada musim panas atau ketika di atas (memiliki banyak penghasilan), jangan berfoya-foya menghabiskan semuanya untuk keinginan kita.
Keempat, membagikan untuk fakir miskin atau orang yang perlu kita tolong: “Ia membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin …” (2 Kor 9:9). Orang miskin dan yang berkekurangan selalu ada di sekeliling kita. Jika hanya melihat ke atas, kita akan selalu merasa kurang puas. Tapi, jika melihat ke bawah, kita dapat mengucap syukur dengan apa yang Tuhan sudah anugerahkan kepada kita. Juga, dapat membagikan uang atau memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan: “Ibadah yang murini dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia” (Yakobus 1:27).
Kelima, menikmati berkat Tuhan: “dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah” (Pengkhotbah 3:13). Tuhan memberikan kepada kita karunia bukan hanya untuk mendapatkan kekayaan, tapi juga menikmatinya (Pengkhotbah 5:18). Dalam hidup ini, yang perlu kita jaga adalah keseimbangan hidup: tidak terlalu kikir/ hemat, tapi juga tidak terlalu boros/ berfoya-foya. Untuk dapat menjaga keseimbangan dalam hal keuangan, kita sangat membutuhkan hikmat Tuhan. Tuhan memberkati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar