Minggu, 06 September 2009

RENCANA-NYA INDAH BAGI KELUARGAKU



Saya adalah putrid sulung dari tiga bersaudara yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tua saya. Proses kehidupan saya lalui seperti orang normal lainnya; dari mulai masuk pendidkan TK, SD, SMP, SMA sampai dengan akademi (strata D3).

Memang saya tipe orang yang pendiam, tapi saya memiliki kemampuan akademis yang baik. Itu terbukti lewat prestasi di sekolah yang memberikan saya motivasi untuk terus menjadi yang terbaik. Walaupun saya selalu menjadi juara kelas, tapi itu semua tidak membuat saya puas beitu saja. Saya berusaha untuk tetap mempertahankan prestasi-prestasi yang saya raih dan itu tidak mudah, sehingga sebagian besar waktu saya terpakai untuk belajar.


Keluarga saya bukan orang kaya, karena itulah mengapa saya sangat menghargai kemampuan orang tua saya. Saya tidak mau membuat mereka kecewa karena mereka sudah bekerja keras membiayai pendidikan saya dan adik-adik. Itulah pertolongan Tuhan dalam hidup keluarga kami. Tuhan memberikan kepandaian kepada saya dan adik-adik sehingga kami bisa berprestasi.


Tapi keadaan berkata lain semenjak kedua orangtua saya di-PHK. Saya dan adik-adik masih membutuhkan biaya untuk sekolah. Dengan hasil pesangon yang ada, saya dan adik-adik masih bisa melanjutkan sekolah. Papi membuka usaha bengkel motor. Mami mengurus rumah tangga dan kami. Usaha bisa berjalan selama 2 tahun, tapi keadaan memburuk saat kerusuhan Mei 1998. bengkel Papi ditutup. Bahkan saya hampir-hampir tidak berani keluar rumah karena mata saya yang sipit. Tetapi Tuhan memang luar biasa, saya bisa tetap sekolah dan Tuhan membuka jalan sehingga Papi bisa bekerja di Amerika.


Walaupun prosesnya begitu rumit, bahkan Papi sempat terjatuh dari tangga saat hendak memasang bohlam di ruang tamu. Tulang Papi remuk dan Papi tidak bisa jalan. Kami sudah bawa untuk diurut tapi tidak bisa kembali seperti semula. Di sini pertolongan Tuhan begitu kami rasakan, di saat keputusasaan dan kekhawatiran akan masa depan begitu terasa. Papi akhirnya berangkat ke Amerika setelah sembuh walaupun dengan tulang yang remuk. Di sana pun pekerjaan tidak didapat dengan mudah, tapi sekali lagi Tuhan memang luar biasa.


Papi bisa bekerja di sebuah restoran yang kebetulan bosnya juga sama-sama orang Tionghoa. Walaupun secara fisik kami berjauhan dengan Papi, tapi kami tetap saling mendoakan dan berkomunikasi dengan baik. Saya tahu Papi rela bekerja jauh, itu karena Papi tidak mau anak-anaknya seperti Papi dan Mami. Walau mereka tidak mengenyam pendidikan yang tinggi, tapi mereka berharap anak-anaknya bisa sukses dan lebih maju dari mereka. Saya bersyukur kepada Tuhan karena Tuhan sudah memberikan saya kedua orang tua yang begitu memperhatikan masa depan anak-anaknya.


Saat ini Papi sudah kembali dan kami bisa berkumpul bersama. Saya dan adik saya yang kedua sudah bekerja. Setidaknya kami bisa meringankan beban orang tua kami. Kami tak berhenti berharap kepada Tuhan karena kami percaya hanya kepada Tuhan yang sanggup melakukan perkara-perkara besar dan tiada yang mustahil bagi orang yang percaya kepada-Nya. Firman Tuhan dalam surat Filipi 4:13 menjadi masa-masa sulit (“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan padaku”). Tuhan Yesus memberkati. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar