(Yohana Silas)
Aku capek menghadapi dia. Pokoknya aku dan anak-anak mau pergi ikut papa. Biar dia hidup sendiri. Dia selalu jatuh di hal yang sama. Aku sudah tak sanggup lagi mendampingi dia. Aku capek…” demikian curhat sahabatku. Kemudian ia menangis pedih, sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Kupeluk ia erat. Tak terasa air mataku pun ikut mengalir di pipi. Kami menangis bersama. Aku berusaha memenangkan hatinya juga hatiku sendiri. Kutepuk-tepuk pundaknya dengan lembut. Mungkin, …jika aku berada di posisinya, aku juga akan memikirkan hal yang sama.
“Aku sudah nggak kuat”. Demikian kata sahabatku berulang-ulang di sela-sela isak tangisnya. Aku pun mengangguk, tanda aku bisa merasakan beban yang harus ia pikul. Cukup lama kami saling berdiam diri. Dalam hati aku berdoa mohon hikmat dari Tuhan untuk mengaruniakan perkataan yang benar, supaya aku dapat menguatkan hatinya yang sedang lemah.
“Bu, sebagai penolong tak ada pilihan bagi kita selain tetap mendampingi suami kita saat ia jatuh. Karena Tuhan telah tetapkan kita sebagai penolong di sisinya. Suami kita bisa bangkit, hanya jika kita sebagai penolong kita menolongnya. Tak ada pilihan lain. Menolongnya, itu adalah panggilan mulia bagi kita para wanita”, kataku selembut dan setenang mungkin. Lalu kami berdioa bersama.
Hmm…lega rasa hatiku ketika esok harinya aku mendapat SMS bahwa mereka rukun kembali dan sahabatku bersedia mengambil satu-satunya pilihan untuk tetap menjadi penolong bagi suaminya.
Ternyata memang tak mudah untuk tetap berdiri di posisi sebagai penolong saat kita sendiri merasa rapuh dan lemah. Ketika kita disakiti, dilukai, diremehkan, tak dianggap, ketika kekuatan kita sendiri sangat minim sementara yang kita tolong selalu jatuh di dalam hal yang sama. Hal itu melelahkan, menguras emosional.
Tapi, panggilan sebagai penolong tetap berlaku dalam setiap situasi. Satu-satunya Pribadi yang dapat memberi kekuatan adalah yang memberi panggilan itu, yaitu Tuhan.
Wanita, betapa pentingnya kita membangun diri dihadapan Allah (Yudas 20). Betapa pentingnya kita menguatkan iman kita sendiri. Panggilan wanita sebagai penolong tetap akan kita emban sampai akhir hidup kita (Kejadian 2:20). Entah itu menolong suami, menolong anak-anak, ataupun menolong orang lain. Itu sebabnya, saat kita merasa rapuh, merasa lemah, merasa tak memiliki kekuatan lagi, bersimpulah di bawah kaki-Nya. Angkatlah hatimu dan perbesar kekuatanmu, maka Tuhan pasti melimpahkan kasih karuniaNya.
Wanita, tetaplah menjadi kuat di dalam kuat kuasa-Nya. Karena tak ada pilihan lain selain tetap menjadi penolong bagi mereka yang Tuhan taruh di dalam hidup kita. Dengan pertolongan Roh Kudus kita lakukan peran dan fungsi kita sebagai penolong semaksimal mungkin. Anda pasti bisa!!! Tak ada pilihan lain. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar