Alkisah di tiongkok kuno ada seorang raja yang tidak memiliki keturunan seorang pun. Karena ia sudah tua dan sakit-sakitan, maka ia memutuskan untuk mencari calon penggantinya dari kalangan rakyat biasa. Ia pun memerintahkan penasehat kerajaan untuk mengumumkan sebuah sayembara pemilihan calon pengganti raja.
Banyak sekali yang mendaftar mengikuti sayembara tersebut. Singkat cerita, dari ribuan yang mendaftar akhirnya dipilih 10 calon yang terbaik. Ke sepuluh calon ini pun lalu menghadap raja pun menemui ke sepuluh calon ini dan memberikan sebuah tugas.
“Masing-masing dari kalian aku berikan sebuah bibit pohon cabai yang siap untuk ditanam. Pulanglah kalian dan tanam bibit pohon cabai ini dan kembalilah dalam waktu enam bulan. Siapa yang nanti kembali dengan sebuah pohon cabai yang paling banyak menghasilkan cabai, maka ialah yang akan menggantikan kelak”, demikian raja memberikan tugas.
Kesepuluh orang ini pun kembali pulang ke rumah masing-masing dan mulai menanam bibit pohon cabai tersebut. Setiap hari mereka giat menyirami bibit pohon cabai yang mereka tanam di dalam pot dan memberi pupuk yang terbaik agar cepat membesar dan berbuah banyak agar jadi pemenang. Setiap hari mereka saling mendiskusikan pertumbuhan bibit pohon cabai mereka masing-masing. Tetapi ada satu orang peserta yang begitu malunya untuk bercerita kepada teman-temannya tentang pertumbuhan bibit pohon cabainya. Jangankan tumbuh tinggi dan mulai menghasilkan cabai, tunas pohon yang kecil pun tidak juga muncul meski ia rajin merawat tanaman bibit pohon cabainya.
Waktu akhirnya berlalu. Enam bulan yang diberikan kaisar akhirnya habis dan kesepuluh orang tersebut datang lagi menghadap sang raja. Kecuali satu orang peserta tersebut, kesembilan peserta datang dengan muka berseri-seri dengan pot berisikan pohon cabai yang berbuah banyak sekali. Peserta yang satu ini hanya berisikan tanah, tapi tanpa pohon cabai.
Setelah raja memeriksa masing-masing pot tersebut akhirnya raja memutuskan bahwa pemenangnya adalah satu orang dengan pot yang hanya berisikan tanah saja. Tentu saja kesembilan orang lainnya marah-marah dan menuduh raja bertindak tidak adil. Tapi raja hanya tersenyum dan memerintahkan tentara kerajaan untuk menangkap kesembilan orang ini dan menghukumnya dengan cara memaksa mereka menghabiskan seluruh cabai yang ada di pot tanaman pohon cabainya masing-masing. Kemudian raja pun menambahkan hukuman: kesembilan orang terebut akhirnya di pancung.
Sebelum memancung kesembilan orang ini, raja menjelaskan mengapa mereka layak menerima hukuman: “Kalian semua berani-beraninya menipu raja. Bagaimana mungkin aku memilih salah satu dari kalian yang penipu ini sebagai penggantiku. Semua bibit cabai yang kuberikan kepda kalian itu sudah kurebus sebelumnya, jadi mustahil bibit cabai itu bisa jadi sebuah pohon cabai yang menghasilkan banyak cabai. Jadi hukuman memakan cabai dan pancung sudah sesuai untuk kalian. “ Sedangkan kepada seorang peserta yang datang dengan pot yang hanya berisikan tanah, raja berkata: “Anak muda, aku tahu bahwa kamu sebenarnya bisa saja menipuku juga seperti yang lainnya ini. Tetapi, kamu begitu jujur dan datang kembali dengan apa adanya. Oleh karena itu, engkau layak menjadi calon penggantiku jika aku meninggal nanti”.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Yesus Kristus, kejujuran adalah sebuah barang langka di jaman modern ini. Kini banyak sekali orang akhirnya mengorbankan kejujurannya demi berlomba-lomba mengejar jabatan, uang, dan gengsi Bagi kebanyakan orang, jabatan, uang , dan gengsi jauh lebih penting daripada kejujuran. Buat apa jujur kalau itu tidak bisa menghadiahi kita hal-hal yang berbau materi, begitu lah kira-kira pikiran mereka. Kejujuran sudah terdengar aneh di kolong jagat ini. Padahal kejujuran adalah nilai tertinggi yang menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang.
Sudah tidak menjadi hal yang mengagetkan dan menggemparkan mendengar seorang pejabat yang akhirnya harus masuk penjara karena tidak jujur dan tertangkap karena perbuatan korupsinya. Sudah lumrah rasanya mendengar seseorang akhirnya harus menipu teman baiknya yang sudah sekian lama dikenalnya dan banyak menolongnya. Akhir-akhir ini kita bahkan tidak kaget lagi mendengar seseorang yang selama ini berjuang keras dan berkampanye melawan ketidakjujuran selama bertahun-tahun akhirnya harus jatuh ke jurang yang dalam sekali karena tertangkap tangan berperilaku tidak jujur karena ingin mengejar sesuatu yang lebih menguntungkan ketimbang mempertahankan kejujurannya.
Akan tetapi, saya pernah dibuat kaget, heran dan kagum akan tindakan seorang cleaning service sebuah gedung perkantoran yang menemukan uang rupiah yang siap saya tukarkan dengan AUS$5000 tapi tertinggal di toilet. Ketimbang membawa pulang uang saya itu dan membiarkan saya menangisi keteledoran saya, dengan kejujurannya ia menyerahkan uang saya ke pihak manajemen gedung yang akhirnya mengembalikan ke saya. Padahal, ketika ia menemukan uang saya itu, tidak ada satu orang pun yang melihatnya.
Kejujuran adalah nilai dari kehidupan manusia yang hakiki. Tanpa kejujuran, kesuksesan hanyalah sesuatu yang tidak ada nilainya bagi lingkungan dan sesama. Orang-orang yang mencari kesuksesan tanpa kejujuran hanya akan menjadi manusia yang rakus, curang, munafik, dan tidak mengenal belas kasihan. Ia akan manghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Kejujuran memang benar sudah menjadi barang yang sangat langka di jaman ini, akan tetapi seorang pemenang sejati akan selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran di dalam perjalanan hidupnya. Tuhan Yesus Memberkati! Tjandra Tedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar